#melayang {position:fixed;_position:absolute;bottom:30px; left:0px;clip:inherit;_top:expression(document.documentElement.scrollTop+document.documentElement.clientHeight-this.clientHeight); _left:expression(document.documentElement.scrollLeft+ document.documentElement.clientWidth - offsetWidth); }
Tampilkan postingan dengan label ilmu. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label ilmu. Tampilkan semua postingan

Kamis, 30 Januari 2014

Syekh Abul Hasan Asy Syadziyliy

Syekh Abul Hasan Ali Asy Syadzili

Sayyidina Syeikh Abul Hasan Ali bin Abdullah bin Abdul Jabbar Asy Syadzili Al Maghribi Al-Hasani Al Idrisi lahir di Ghamarah, desa dekat Sabtah, Maroko, Afrika Utara pada tahun 591 H / 1195 M. Sebutan Asy Syadzili itu sendiri, menurut sebagian ulama adalah daerah tempat dimana beliau banyak menimba ilmu saat mudanya.
Beliau secara nasab bersambung hingga Rasulullah SAW melalui puterinya Sayyidatuna Fatimah Az-Zahrah. Keistimewaan nasab ini tampak dalam budi pekerti beliau yang indah lagi terpuji dan mengagumkan banyak orang, sehingga mereka banyak mengambil pelajaran dan hikmah dari beliau.
Pada masa kecilnya, beliau sudah dibekali oleh orang tuanya dasar-dasar ajaran agama, kemudian berguru kepada ulama dan sufi besar pada masa itu, yakni Syeikh Abdul Salam bin Masyisyi. Dari gurunya ini pula, kemudian beliau dikirim kepada ulama besar yang tinggal di Syazilia, Tunisia.
Keberangkatan beliau ke Syazilia ini merupakan awal dari pengembaraan sufistiknya. Hingga setelah mendapatkan banyak ilmu dari gurunya di Syazilia, beliau ditugaskan gurunya untuk mengembangkan ilmunya di Iskandaria, Mesir.
Sebelum pindah untuk berguru ke Syazilia, nama Syekh Abul hasan Asy Syazili sudah demikian harumnya; karena itu berita kedatangan beliau telah mengundang perhatian masyarakat, sehingga mereka menantikan kedatangan beliau. Demi mendengar hal itu, maka dengan ditemani oleh Syekh Abu Muhammad Abdullah bin Salamah, beliau memilih jalur lain dab mengasingkan diri di Pegunungan Zagwan untuk bisa berhubungan secara sembunyi-sembunyi dengan gurunya di Syazilia.
Begitulah setelah lama berkhalwat di Zagwan; pada akhirnya beliau diperintahkan gurunya agar turun gunung dan berdakwah di masyarakat. Sudah barang tentu masyarakat yang ingin melihat dan berguru kepadanya datang berduyun-duyun, bahkan diantara mereka banyak para pejabat Negara yang hadir. Setelah itu beliau diutus gurunya ke Iskandaria. Dan rupanya kota ini menjadi akhir dari pengembaraan beliau, sebab disitu pula; setelah lama membimbing masyarakat, beliau akhirnya wafat dan dimakamkan disana.
Selama berada di Tunisia, beliau bersahabat dan banyak berdiskusi dengan para Ulama dan kaum Sufi besar disana. Di antara mereka terdapat :

• Syekh Abul Hasan Ali bin Makhluf As Syazili
• Abu Abdullah Al Shabuni
• Abu Muhammad Abdul Aziz Al-Paituni
• Abu Abdillah Al Binai Al Hayah
• Abu Abdillah Al-Jarihi

Sedangkan diantara murud-murid beliau di Tunisia, dimana sebagian mereka adalah para Ulama kenamaan’ yaitu :

• Izzudin bin Abdul Salam
• Taqiyudin bin Daqiqi’id
• Abul Adhim Al-Munziri
• Ibnu Shaleh
• Ibnu Hajib
• Jamaluddin Usfur
• Nabiuddin bin Auf
• Muhyiddin bin Suraqah
• Ibnu Yasin

Diantara kemuliaan beliau, sebagaimana kesaksian sahabat seperjalanannya, bahwa diutusnya Syekh Abul Hasan Ali As Syazili oleh gurunya agar berangkat menuju Iskandaria, karena di kota itu telah menunggu 40 Waliyullah untuk meneruskan pelajaran kepada beliau.

Dasar-dasar Pemikiran Syekh Abul Hasan Ali Asy Syadzili
• Seseorang yang ingin mendalami ajaran tasawuf, maka terlebih dahulu harus mendalami dan memahami ajaran Syari’ah.
• Beliau mengajarkan ajaran Tasawuf kepada murid-muridnya dengan menggunakan 7 kitab; yaitu :

1. Khatam Al Auliyah karya Al Hakim At Tirmidzi ( menguraikan tentang masalah kewalian dan Kenabian )
2. Al Mawaqif wa Al Mukhatabah karya Syekh Muhammad bin Abdul Jabbar An Nifari ( menguraikan tentang kerinduan Tokoh sufi kepada Allah swt )
3. Qutub Qulub karya Abu Tholib Al Makki ( menguraikan pandangan tokoh sufi yang menjelaskan Syari’at dan hakikat bersatu )
4. Ihya Ulumuddin karya Imam Abu Hamid Muhammad Al Ghazali ( Paduan antara Syari’at dan Tasawuf )
5. Al Syifa’ karya Qadhi Iyadh ( dipergunakan untuk mengambil sumber Syarah-syarah dengan melihat tasawuf dari sudut pandang Ahli Fiqih )
6. Ar Risalah Qusyairiyah karya Imam Qusyairi ( dipergunakan beliau untuk permulaan dalam pengajaran Tasawuf )
7. Ar Muhararul Wajiz dan Al Hikam karya Ibnu Aththa’illah ( melengkapi pengetahuan dalam pengajian )

Wafatnya Syekh Abul Hasan Ali Asy Syadzili

Beliau wafat pada tahun 656 H / 1258 M di Homaithira, Mesir. Hingga kini makamnya masih selalu diziarahi, baik oleh pengikut tarekat Syaziliyah atau bukan; yang menganggapnya sebagai waliyullah.
Karya Syekh Abul Hasan Ali Asy Syadzili

• Majmu’atul Ahzab ( Kumpulan Hizib-wirid )
• Mafakhirul ‘Aliyah
• Al Amin
• As Sirrul Jalil fi Khawashi Hasbunallah Wa Ni’mal Wakil
• Hizbus Syadzili ( partai terkenal di Afrika )

Pendapat Ulama tentang Syekh Abul Hasan Ali Asy Syadzili

• Al-Manawi berkata : ketika ditanya orang siapa Syekh nya; Syekh Abu Hasan Ali menjawab : “Adapun pada masa lalu, Syekh Abdus Salam Masyisy, sekarang aku minum dari sepuluh lautan, lima diantaranya di langit dan lima di bumi.”
• Al-Mursi berkata : “Allah swt pernah membukakan tabir pemandanganku, maka Ku lihat Syekh Abu Madyan bergantung di tiang Arasy. Aku mengajukan pertanyaan :
”Berapa banyak ilmu anda?”
Dia menjawab :”71”
Aku bertanya lagi : “Apa Jabatanmu?”
Dia menjawab :”Khalifah keempat dan pemimpin 7 wali Abdal
Kutanya lagi :”Bagaimana pendapatmu tentang Abu Hasan
Asy-Syazili?”
Dia menjawab :”Dia lebih dari padaku dengan 40 Ulama, dia
Adalah samudera tidak bertepi.”
• Abu Abdullah As-Syatibi berkata : “ Aku setiap malam mengadakan hubungan dengan Syekh Abu Hasan beberap kali. Aku mohon berbagai hajat kepada Allah swt, dengan perantaraannya. Ternyata hajatku dikabulkan Allah swt. Pada suatu malam, aku bermimpi bertemu Rasulullah saw. Aku bertanya kepada beliau :

”Wahai Rasulullah saw, relakah rasul kepada Abu Hasan. Aku selalu bermohon kepada Allah swt dengan perantaraan beliau, ternyata doa’ ku makbul. Bagaimana pendapat Rasulullah tentang dirinya?

Beliau bersabda :

“Abu Hasan itu adalah putraku, secara rohaniah. Anak adalah bagian dari Ayah. Siapa yang berpegang kepada sebagian, berarti sesungguhnya berpegang pada semua. Apabila kamu meminta kepada Allah swt dengan perantaraan Syekh Abu Hasan, maka sesungguhnya kamu telah memohon kepada Allah swt dengan perantaraanku.”

Wasiat dan Nasihat Syekh Abul Hasan Ali Asy Syadzili

• Jika Kasyaf bertentangan dengan Al Qur’an dan Sunah, tinggalkanlah Kasyaf dan berpeganglah pada Al Qur’an dan Sunah. Katakana pada dirimu : Sesungguhnya Allah swt menjamin keselamatan saya dalam kitabnya dan sunah Rasulnya dari kesalahan, bukan dari Kasyaf, Ilham, maupun Musyahadah sebelum mencari kebenarannya dalam Al Qur’an dan Sunah terlebih dahulu.

• Kembalilah dari menentang Allah swt, maka engkau menjadi Ahli Tauhid. Berbuatlah sesuai dengan rukun-rukun Syara’, maka engkau menjadi Ahli Sunah. Gabungkanlah keduanya, maka engkau menuju kesejatian.

• Jika engkau menginginkan bagian dari anugerah para wali, berpalinglah dari manusia kecuali dia menunjukkanmu kepada Allah swt dengan cara yang benar dan tidak bertentangan dengan Al Qur’an dan Sunah.

• Seandainya kalian mengajukan permohonan kepada Allah swt, sampaikan lewat Imam Abu Hamid Muhammad Al Ghazali. Kitab Ihya Ulumuddin Al Ghazali mewariskan Ilmu; sedangkan Qutub Qulub Al Makki mewariskan cahaya kepada kalian.

• Ketuklah pintu zikir dengan hasrat dan sikap sangat membutuhkan kepada Allah swt melalui kontemplasi, menjauhkan diri segala hal selain Allah swt. Lakukanlah dengan menjaga rahasia batin, agar jauh dari bisikan nafsu dalam seluruh nafas dan jiwa, sehingga kalian memilki kekayaan rohani. Tuntaskan lisanmu dengan berzikir, hatimu untuk tafakur dan tubuhmu untuk menuruti perintah-Nya. Dengan demikian kalian bisa tergolong orang-orang saleh.

• Manakala zikir terasa berat di lisanmu, sementara pintu kontemplasi tertutup, ketahuilah bahwa hal itu semata-mata karena dosa-dosamu atau kemunafikan dalam hatimu. Tak ada jalan bagimu kecuali bertobat, memperbaiki diri, hanya menggantungkan diri kepada Allah swt dan ikhlas beragama

by :
Sadar Syahroni / Rooney El Battatiy

Sabtu, 25 Januari 2014

RANAH PEMIKIRAN ARISTOTELES TENTANG FILSAFAT

PEMIKIRAN ARISTOTELES TENTANG FILSAFAT
Pemikiran kefilsafatan memiliki cirri-ciri khas (karateristik) tertentu, sebagian besar filosof berbeda pendapat mengenai karateristik pemikiran kefilsafatan. Apabila perbedaan pendapat tersebut dipahami secara teliti dan mendalam, maka karateristik pemikiran kefilsafatan tersebut terdiri dari:
a. Menyeluruh, artinya pemikiran yang luas, pemikiran yang meliputi beberapa sudut pandang. Pemikiran kefilsafatan meliputi beberapa cabang ilmu, dan pemikiran semacam ini ingin mengetahui hubungan antara cabang ilmu yang satu dengan yang lainnya. Integralitas pemikiran kefilsafatan juga memikirkan hubungan ilmu dengan moral, seni dan pandangan hidup.
b. Mendasar, artinya pemikiran mendalam sampai kepada hasil yang fundamental (keluar dari gejala). Hasil pemikiran tersebut dapat dijadikan dasar berpijak segenap nilai dan masalah-masalah keilmuan (science).
c. Spekulatif, artinya hasil pemikiran yang diperoleh dijadikan dasar bagi pemikiran-pemikiran selanjutnya dan hasil pemikirannya selalu dimaksudkan sebagai medan garapan (obyek) yang baru pula. Keadaan ini senantiasa bertambah dan berkembang meskipun demikian bukan berarti hasil pemikiran kefilsafatan itu meragukan, karena tidak pernah selesai seperti ilmu-ilmu diluar filsafat.
Menurut Aristoteles filsafat ilmu adalah sebab dan asas segala benda. Oleh karena itu dia menamakan filsafat sebagai teologi. Filsafat sebagai refleksi dari pemikiran sistematis manusia atas realitas dan sekitarnya, tentunya tidak berdiri sendiri, tidak tumbuh diruang dan tempat yang kosong. Lingkungan keluarga, sosial alam dan potensi diri akan ikut mempengaruhi seseorang dalam melakukan refleksi filosofis. Oleh karenanya dalam sejarah pemikiran manusia terdapat tokoh pemikir ataupun filosof yang selalu saja muncul dari zaman ke zaman dengan tema yang berbeda-beda.
Aristoteles (381 SM-322 SM) mengatakan bahwa filsafat adalah ilmu yang meliputi kebenaran yang terkandung didalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, etika, ekonomi, politik, dan estetika.
A. Pembagian filsafat menurut Aristoteles
1. Logika yaitu tentang bentuk susunan pikiran.
2. Filosofia teoritika yang diperinci atas
a. Fisika yaitu tentang dunia materiil (ilmu alam dan sebagainya)
b. Matematika yaitu tentang barang menurut kuantitasnya.
c. Metafisika yaitu tentang ada.
3. Filosofia praktika, tentang hidup kesusilaan (berbuat)
a. Etika yaitu tentang kesusilaan dalam hidup perorangan.
b. Ekonomi yaitu tentang kesusilaan dalam kekeluargaan.
c. Politika yaitu tentang kesusilaan dalam hidup kenegaraan.
4. Filosofia poetika/aktiva (pencipta)
Fisafat kesenian.

Pembagian ini meliputi seluruh ilmu pengetahuan waktu itu, jadi apa yang sekarang dipandang termasuk ilmu pengetahuan, dimasukkan didalamnya (khususnya bagian fisika). Sekarang dengan tugas dibedakan antara filsafat dan ilmu pengetahuan. Maka pembagian filsafat seperti yang dikemukakan oleh Aristoteles telah ketinggalan, jadi harus disesuaikan dengan perkembangan modern.
B. Warisan
Karya Aristoteles amat banyak dan terwariskan kepada kita. Ia bukan saja ahli filsafat, akan tetapi ahli semua ilmu yang terkenal pada waktu itu. Biasanya karya Aristoteles dibagi atas empat golongan:
1. Logika : biasanya disebut organon (alat) membentangkan tentang pengertian, putusan, syllogismus, bukti dan lain-lainnya.
2. Fisika : tentang alam, langit, bintang, hewan, jiwa dan lain-lainnya.
3. Metafisika : buku-buku yang terutama tentang filsafat.
4. Pengetahuan praktis : Ethica Eudemia, Ethica Nichomachea, kedua-keduanya tentang tingkah laku, Republica Atheniensium (tatanegara Atena), Rhetorica (tentang berceramah dan berpidato) dan Poetica.
C. Logika
Biji ajaran Aristoteles tentang logika berdasarkan ajaran tentang jalan pikiran (ratiocinium) dan bukti. Jalan pikiran itu baginya berupa syllogismus, yaitu putusan dua yang tersusun demikian rupa sehingga melahirkan putusan yang ketiga.
D. Ontologia
Ajaran Aristoteles tentang fisika dan metafisika umum (ontologia) tidak selalu dapat dibeda-bedakan atau dipisah-pisahkan. Yang penting bagi kita ialah metafisikanya. Menurutnya yang sungguh-sungguh ada itu bukanlah yang umum, melainkan yang khusus, satu per satu.
E. Hule dan Morfe
Unsur yang menjadi dasar permacam-macaman ini disebut oleh Aristoteles hule, adapun unsur kesatuan itu sebutnya morfe. Tiap-tiap benda yang konkrit terdiri dari hule dan morfe, karena hulenya maka benda itu benda itulah (bukan benda yang lain), karena morfenya mempunyai inti dan dari itu termasuk pada suatu macam dan dapat ditangkap oleh budi. Jadi menurut saya hule dan morfe saling mengisi dan ada keterkaitannya. Hule dan morfe ini merupakan satu kesatuan dan tak dapat dipisahkan, tak ada hule tanpa morfe, begitu pula sebaliknya.
F. Aktus dan Potensia
Pontesia ialah dasar kemungkinan, sedangkan aktus ialah dasar kesungguhannya. Barang sesuatu mungkin karena potensinya. Ia sudah ada karena aktusnya. Dalam hal yang konkrit itu maka hule merupakan potensia sedangkan morfenya merupakan aktus.
G. Abstraksi
Idea tidaklah merupakan realitas tersendiri didunia sendiri, melainkan sifat-sifat yang sama terdapat pada hal-hal yang kongkrit. Oleh karena semua hal yang semacam itu memiliki sifat itu, maka umumlah, oleh karena semua hal yang semacam itu harus memiliki sifat itu, maka mutlaklah ia, tetap tak berubah.
H. Antropologi dan etika
Filsafat Aristoteles tentang manusia sebetulnya tidak begitu terang seperti ajarannya tentang hal-hal diatas. Baginya manusia itu hal yang istimewa ia membeda-bedakan ada menurut kesempurnaan masing-masing. Ada terdapat ada segitu saja seperti logam dan lain-lain, terdapat pula ada hidup vegetatif, seperti tumbuh-tumbuhan, terdapat pula yang kecuali ada dan hidup vegetatif masih berasa, jadi sensitif, seperti binatang. Manusia disamping kesempurnaan ada yang ketiga diatas itu masihlah pula berbudi. Manusia tidak hanya ada saja dan pula hidup vegeatif serta sensitif, melainkan juga rasionil. Baginya yang sensitif dan vegetatif itu kena rusak maka karena itu akan mati, adapun rasionil tidaklah kena mati, karena merupakan roh. Bagian yang roh dan bagian yang mendukung budinya ini akan terus ada, setelah manusia meninggal.
Menurut Aristoteles tujuan tertinggi yang dicapai ialah kebahagiaan (eudaimonia). Kebahagiaan ini bukan kebahagiaan yang subjektif, tetapi suatu keadaan yang sedemikian rupa, sehingga segala sesuatu yang termasuk keadaan bahagia itu terdapat pada manusia. Tujuan yang dikejar adalah demi kepentingan diri sendiri, bukan demi kepentingan orang lain. Isi kebahagiaan tiap makhluk yang berbuat ialah, bahwa perbuatan sendiri bersifatnya khusus itu disempurnakan. Jadi kebahagiaan manusia terletak disini, bahwa aktifitas yang khas miliknya sebagai manusia itu disempurnakan. Padahal cirri khas manusia ialah bahwa ia adalah makhluk rasional. Jadi puncak perbuatan kesusilaan manusia terletak dalam perkiraan murni. Kebahagiaan manusia yang tertinggi, yang dikejar oleh tiap manusia ialah berpikir murni. Tetapi puncak itu hanya dicapai oleh para dewa, manusia hanya dapat mencoba mendekatinya dengan mengatur keinginannya.
Aristoteles menganggap Plato (gurunya) telah menjungkir-balikkan segalanya. Dia setuju dengan gurunya bahwa kuda tertentu “berubah” (menjadi besar dan tegap, misalnya), dan bahwa tidak ada kuda yang hidup selamanya. Dia juga setuju bahwa bentuk nyata dari kuda itu kekal abadi. Tetapi idea-kuda adalah konsep yang dibentuk manusia sesudah melihat (mengamati, mengalami) sejumlah kuda. Idea-kuda tidak memiliki eksistensinya sendiri: idea-kuda tercipta dari ciri-ciri yang ada pada (sekurang-kurangnya) sejumlah kuda. Bagi Aristoteles, idea ada dalam benda-benda.
Pola pemikiran Aristoteles ini merupakan perubahan yang radikal. Menurut Plato, realitas tertinggi adalah yang kita pikirkan dengan akal kita, sedang menurut Aristoteles realitas tertinggi adalah yang kita lihat dengan indera-mata kita. Aristoteles tidak menyangkal bahwa bahwa manusia memiliki akal yang sifatnya bawaan, dan bukan sekedar akal yang masuk dalam kesadarannya oleh pendengaran dan penglihatannya. Namun justru akal itulah yang merupakan ciri khas yang membedakan manusia dari makhluk-makhluk lain. Akal dan kesadaran manusia kosong sampai ia mengalami sesuatu. Karena itu, menurut Aristoteles, pada manusia tidak ada idea-bawaan.
Aristoteles menegaskan bahwa ada dua cara untuk mendapatkan kesimpulan demi memperoleh pengetahuan dan kebenaran baru, yaitu metode rasional-deduktif dan metode empiris-induktif. Dalam metode rasional-deduktif dari premis dua pernyataan yang benar, dibuat konklusi yang berupa pernyataan ketiga yang mengandung unsur-unsur dalam kedua premis itu. Inilah silogisme, yang merupakan fondasi penting dalam logika, yaitu cabang filsafat yang secara khusus menguji keabsahan cara berfikir. Logika dibentuk dari kata,, dan  berarti sesuatu yang diutarakan. Daripadanya logika berarti pertimbangan pikiran atau akal yang dinyatakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa.
Dalam metode empiris-induktif pengamatan-pengamatan indrawi yang sifatnya partikular dipakai sebagai basis untuk berabstraksi menyusun pernyataan yang berlaku universal.
Aristoteles mengandalkan pengamatan inderawi sebagai basis untuk mencapai pengetahuan yang sempurna. Itu berbeda dari Plato. Berbeda dari Plato pula, Aristoteles menolak dualisme tentang manusia dan memilih “hylemorfisme”: apa saja yang dijumpai di dunia secara terpadu merupakan pengejawantahan material (“hyle”) sana-sini dari bentuk (“morphe”) yang sama. Bentuk memberi aktualitas atas materi (atau substansi) dalam individu yang bersangkutan. Materi (substansi) memberi kemungkinan (“dynamis”, Latin: “potentia”) untuk pengejawantahan (aktualitas) bentuk dalam setiap individu dengan cara berbeda-beda. Maka ada banyak individu yang berbeda-beda dalam jenis yang sama. Pertentangan Herakleitos dan Parmendides diatasi dengan menekankan kesatuan dasar antara kedua gejala yang “tetap” dan yang “berubah”.
Dalam konteks ini dapat dimengerti bila Aristoteles ada pada pandangan bahwa wanita adalah “pria yang belum lengkap”. Dalam reproduksi, wanita bersifat pasif dan reseptif, sedang pria aktif dan produktif. Semua sifat yang aktual ada pada anak potensial terkumpul lengkap dalam sperma pria. Wanita adalah “ladang”, yang menerima dan menumbuhkan benih, sementara pria adalah “yang menanam”. Dalam bahasa filsafat Aristoteles, pria menyediakan “bentuk”, sedang wanita menyumbangkan “substansi”.
Dalam makluk hidup (tumbuhan, binatang, manusia), bentuk diberi nama “jiwa” (“psyche”, Latin: anima). Tetapi jiwa pada manusia memiliki sifat istimewa: berkat jiwanya, manusia dapat “mengamati” dunia secara inderawi, tetapi juga sanggup “mengerti” dunia dalam dirinya. Jiwa manusia dilengkapi dengan “nous” (Latin: “ratio” atau “intellectus”) yang membuat manusia mampu mengucapkan dan menerima “logoz”. Itu membuat manusia memiliki bahasa.
Pemikiran Aristoteles merupakan harta karun umat manusia yang berbudaya. Pengaruhnya terasa sampai kini, — itu berkat kekuatan sintesis dan konsistensi argumentasi filsafatinya, dan cara kerjanya yang berpangkal pada pengamatan dan pengumpulan data. Singkatnya, ia berhasil dengan gemilang menggabungkan (melakukan sintesis) metode empiris-induktif dan rasional-deduktif tersebut diatas.
Aristoteles adalah guru Iskandar Agung, raja yang berhasil membangun kekaisaran dalam wilayah yang sangat besar dari Yunani-Mesir sampai ke India-Himalaya. Dengan itu, Helenisme (Hellas = Yunani) menjadi salah satu faktor penting bagi perkembangan pemikiran filsafati dan kebudayaan di wilayah Timur Tengah juga.
Aristoteles menempatkan filsafat dalam suatu skema yang utuh untuk mempelajari realitas. Studi tentang logika atau pengetahuan tentang penalaran, berperan sebagai organon (“alat”) untuk sampai kepada pengetahuan yang lebih mendalam, untuk selanjutnya diolah dalam theoria yang membawa kepada praxis. Aristoteles mengawali, atau sekurang-kurangnya secara tidak langsung mendorong, kelahiran banyak ilmu empiris seperti botani, zoologi, ilmu kedokteran, dan tentu saja fisika. Ada benang merah yang nyata, antara sumbangan pemikiran dalam Physica (yang ditulisnya), dengan Almagest (oleh Ptolemeus), Principia dan Opticks (dari Newton), serta Experiments on Electricity (oleh Franklin), Chemistry (dari Lavoisier), Geology (ditulis oleh Lyell), dan The Origin of Species (hasil pemikiran Darwin). Masing-masing merupakan produk refleksi para pemikir itu dalam situasi dan tradisi yang tersedia dalam zamannya masing-masing.  








by : 
sadar syahroni

Senin, 20 Januari 2014

sufisme

Pemikiran Al Hallaj dalam tasawuf Falsafi

Ajaran Abu Yazid tentang ittihad mempunyai pengaruh besar dalam perkemangan filsafat tasawuf sesudahnya. Karena itu pada tahun 244 H/858 M lahirlah Abu Mugis al-Husain bin Mansur al-Hallaj al-Baidhawi di kota Baidha (Iran) yang dikenal dengan al-Hallaj. Agama semula yang dipeluknya adalah Zoroaster kemudian memeluk agama Islam.

Pada usia 16 tahun ia berada di Tustar belajar tasawuf dengan Abdullah Tustari dan pada usia 18 tahun ia berangkat ke Basrah dan Bagdad. Di Bagdad ia belajar dengan Junaidi al-Bagdadi dan Amru bin Usman al-Makki. Setelah menunaikan ibadah haji ia kembali ke Bagdad dan selanjutnya ia mulai mengembara ke Ahwaz, Hurasan, Turkistan, dan ke India ia mempelajari filsafat Hindu dan Budha dan juga mempelajari mistik dan astronomi. Pada usia 58 tahun ia kembali ke Bagdad dengan membawa ajaran yang mengagetkan para ulama fikih dan tasawuf.
Ubaid bin Sa’ad menulis dalam bukunya “Shilat Tarikh al-Thabari” mengutip dari beberapa buku yang ditulis al-Hallaj tentang ajaran fikihnya yang menggemparkan para ulama. Menurutnya orang yang ingin menunaikan ibadah haji dapat saja mengerjakan haji di luar Mekah, ialah dengan melakukan tawaf sekeliling sesuatu yang berbentuk segi empat pada bulan haji, memberi makan tiga puluh anak yatim serta memberi pakaian sepotong pada masing-masing dan uang sebanyak tujuh dirham maka tunailah kewajiban hajinya. Pada bulan Ramadhan orang tidak usah berpuasa tetapi cukup berpuaa selama tiga hari tiga malam secara bersambung dan pada hari keempat ia berbuka dengan meminum minuman tertentu, maka melalui cara ini tunailah kewajiban puasanya seumur hidup. Orang yang mengerjakan shalat sunat mulai tenggalam matahari terus menerus sampai siang hari, dapat menutup kewajiban shalatnya seumur hidup. Orang yang menyedekahkan semua harta yang didapatnya sehari ia dibebaskan dari membayar zakat dan bagi yang bermalam di kuburan syuhada Kuraisy selama sepuluh malam dan pada malam hari ia mengerjakan shalat sunat dan pada siang hari berpuasa dan berbuka hanya dengan roti dan garam dapat menutup seluruh ibadahnya yang wajib.
Di samping ajaran fikih yang ganjil, al-Hallaj juga pernah mengeluarkan kata-kata aneh. Ia berkata kepada para muridnya “Aku yang mengaramkan kaum Nuh, dan akulah pula membinasakan kaum ‘Ad dan Samud”. Katanya kepada para muridnya “Engkau Nuh, engkau Musa dan engkau Muhammad, aku yang memasukkan roh mereka ke dalam tubuhmu”. Dan ia berkata “Aku adalah al-Haq dan tidak ada yang ada dalam jubahku ini kecuali Tuhan”. Ia mengajarkan sebuah munajat kepada para muridnya “Wahai zat dari segala zat, kesudahan segala kesudahan, kami naik saksi bahwa Engkau berbentuk (berwujud) pada setiap masa dalam bentuk dan pada masa ini dalam bentuk Husein bin Mansur, wahai Yang Maha Mengetahui yang gaib”.
Ajaran al-Hallaj yang sangat menggemparkan itu oleh Ibnu Daud dianggap menyesatkan, yang akhirnya al-Hallaj ditangkap dan dimasukkan ke dalam penjara, namun setelah setahun dalam tahanan al-Hallaj dapat melarikan diri dan bersembunyi di kota Sus tetapi akhirnya tertangkap lagi pada tahun 301 H/908 M. Sesudah delapan tahun al-Hallaj menjalankan masa tahanan, kemudian pada tahun 309 H/921 M al-Hallaj diadili di hadapan wazir merangkap Kadi Besar yang bernama Hamad bin Abbas dan atas dirinya dijatuhi hukuman mati. Hukuman mati dilaksanakan sebagai berikut, mula-mula dipukul dengan cambuk dan dipotong kedua tangan dan kaki, dipenggal kepala dan disalib dan tubuhnya dibiarkan beberapa hari di gantung di pintu gerbang kota Bagdad, kemudian dibakar dan abunya dibuang ke sungai Tigris. Pada hari pelaksanaan hukuman, al-Hallaj dikeluarkan dari penjara. Banyak orang yang ingin menyaksikan pelaksanaan hukuman ini terutama oposisi pemerintah yang tenggelam dalam kemewahan. Di antara yang hadir dari kaum shufi kelihatan Abu Bakar Syibli dan Abu al-Hasan al-Wasiti. Al-Hallaj ketika dikeluarkan dari penjara dikawal kepala polisi yang bernama Abdussamad. Setelah sampai ke tempat pelaksanaan hukuman al-Hallaj melakukan shalat dua rakaat dan setelah selesai ia mengucapkan syi’ir yang maksudnya: Aku mencari tempat yang aman di atas permukaan bumi ternyata bumi ini bukanlah tempat yang aman. Kuikuti kehendak nafsuku ternyata aku diperdayakannya, tetapi setelah aku merasa cukup dengan yang ada barulah aku merasa merdeka”. “Aku tidak menyerahkan diriku merasa kesakitan kecuali aku tahu bahwa kematian itu akan menyembuhkannya”.
Algojo Abu al-Haris tampil dengan sikap kejam, muka al-Hallaj ditamparnya sehingga keluar darah dari hidungnya. Orang yang menghadiri ada yang berteriak dan ada pula yang pingsan. Al-Hallaj dengan tenang berkata “Tuan-tuan menjalankan undang-undang dan siapa yang melanggar undang-undang syariat dihukum. Kemudian algojo mematahkan kedua tangan dan kakinya, kemudian dinaikkan ketiang salib dalam keadaan pingsan dan dikala ia sadar muridnya bertanya “hai guru berikanlah kata terakhir apa arti tasawuf. Dengan terputus-putus ia menjawab “yang kau lihat inilah semudah-mudah arti tasawuf”. Setelah kepalanya terkulai dan meninggal, mayatnya dibiarkan beberapa hari dan kemudian mayatnya dibakar dan abunya dibuang ke sungai Tigris.
Inti ajaran tasawuf al-Hallaj terdiri dari tiga pokok; hulul, Nur Muhammad yang qadim dan Wahdatul Adyan.
a. Hulul
Kata “hulul” yang sinonimnya “infusion” diartikan dengan “penyerapan” yakni menyerap keseluruh bagian obyek yang dapat menerimanya (the infusion spreads to all part of the receptive obyec). Hulul yang demikian digambarkan oleh al-Hallaj “hulul lahut fi nasut” (penyerapan roh ketuhanan ke dalam tubuh manusia). Hulul yang seperti ini terjadi bilamana jiwa seseorang teah bersih di dalam menempuh perjalanan hidup batin, berpindah dari satu maqam ke maqam yang lebih tinggi, dari mawam Muslimin, Mukminin, Salihin, dan Muqarabin. Pada tingkat muqarabin ini manusia telah dekat dirinya dengan Tuhan, Di atas tingkat muqarabin, roh ketuhanan (lahut) menyerap (masuk) ke dalam roh manusia dan (nasut) yang akhirnya lenyap (fana) lah roh kemanusiaan karena telah bersatu dengan roh ketuhanan laksana persatuan antara gula dengan air. Dalam kitabnya yang berjudul “Tawasin” al-Hallaj berkata “Kau telah mencampur rohmu ke dalam rohku seperti percampuran air anggur dengan air murni. Apabila sesuatu menyentuhmu maka akupun tersentuh karena kau dan aku satu dalam segala hal”.
Kalau roh ketuhanan telah masuk dan bersatu dengan roh kemanusiaan apa saja yang keluar dari manusia semuanya dari Tuhan. Al-Hallaj dalam “Tawasin” berkata “Aku adalah engkau tidak diragukan, kemahasucianmu adalah juga kemahasucianku, mentauhidkan engkau adalah juga mentauhidkan aku, berbuat maksiat kepadamu juga berbuat maksiat kepadaku”. Karena itu menurut al-Hallaj manusia dapat menjelma menjadi Tuhan atau sekurangnya mempunyai sifat ketuhanan, bukan saja pada diri Isa bin Maryam bahkan siapa saja yang mampu menfanakan dirinya ke dalam Tuhan dan baqa di dalam Tuhan ia akan menjadi Tuhan dan pada saat itu tiak ada perbedaan antara dirinya sebagai nasut (manusia) dan Tuhan sebagai Lahut. Dalam bukunya “Tawasin” al-Hallaj berkata: Aku adalah rahasia al-Haq, bukankah al-Haq itu aku, bahkan aku adalah al-Haq, maka bedakan antara kami”. Perbedaan antara dirinya dengan Tuhan diterangkan al-Hallaj dalam bukunya “Tawasin” katanya “Tidak ada perbedaan antaraku dan antara Tuhanku melainkan dari dua sisi; adanya kami dari pada-Nya dan segala keperluan kami dari pada-Nya.
Apabila roh ketuhanan telah masuk ke dalam tubuh, tidak ada kehendak yang berlaku melainkan kehendak Allah. Roh Allah telah menyerap ke dalam dirinya sebagaimana roh ketuhanan yang telah menyerap ke dalam tubuh Isa bin Maryam. Itulah sebabnya—katanya—Allah memerintahkan malaikat agar bersujud kepada Adam karena dalam tubuh sudah ada roh ketuhanan.
Ajaran al-Hallaj dan ajaran Kristen nampaknya bertemu dalam ide Hulul yang menganggap roh Tuhan dapat masuk ke dalam tubuh Isa al-Masih. Menurut al-Hallaj bukan pada Isa al-Masih saja, roh Tuhan menjelma tetapi juga setiap insan yang telah mampu menfanakan dirinya ke dalam Tuhan sehingga baqa di dalam Tuhan.

b. Nur Muhammad yang Qadim
Pembicaraan tentang asal muasal segala yang maujud sudah dibicarakan dalam kelangan filusuf Yunani. Plotinus salah seorang filusuf Yunani yang pertama yang membicarakan tentang makhluk pertama atau limpahan pertama dari Tuhan. Plotinus menamakan nous yang kemudian dikembangkan oleh para filusuf di belakangnya di antaranya al-Farabi dan Ibnu Sina menamakannya akal pertama, al-Hallaj menamakannya Nur Muhammad, Ibnu Arabi menamakannya Al-Hakikatu al-Muhammadiyah dan Suhrawardi menamakannya Nur Pertama.
Nama-nama ini sesudahnya mengacu kepada makhluk pertama atau limpahan pertama dari Tuhan yang oleh para filusuf juga dinamakan “hyle” atau dalam bahasa Arabnya “hayula” atau juga dinamakan “Materia Prima”. Menurut penelitian bahwa al-Hallajlah yang pertama kali membawa ide kejadian alam ini dari Nur Muhammad dalam dunia tasawuf. Menurutnya Nur Muhammad itu terjadi dua rupa. Rupa yang pertama yang qadim yang terjadi sebelum terjadinya semua yang ada ialah Nur-Nya. Kedua ialah rupanya sebagai manusia, sebagai nabi dan rasul urusan Tuhan, dan rupa yang seperti inilah yang menempuh fana atau mati. Nur Muhammad adalah asal segaa sesuatu dan bersifat qadim karena kedekatannya dengan zat Tuhan dalam martabat. Nur Muhammad dikatakan qadim karena Nur Muhammad itu berada pada martabat kedua yaitu martabat wahdah (penmapakan pertama) atau ta’ayun (identifikasi) dari Tuhan yang berada pada martabat pertama ialah martabat ahadiyah, martabat mutlak zat atau “la ta’ayun” yakni tidak menampakkan diri, sunyi dari sifat dan segala bentuk kaitan, Ia merupakan “kunhu zat” (essensi) al-Hak. Maka melalui martabat wahdah Tuhan menampakkan diri, karena pada martabat ahadiyah (Esa Mutlak) tidak mungkin dikenal maka melalui Nur Muhammad, Tuhan baru dapat dikenal melalui hakikat, sifat, dan asma-Nya, dan melalui pengetahuan (ma’rifat). Menurutnya melalui Nur Muhammad, Tuhan memanifestasikan hakikat, sifat dan asma-Nya secara langsung. Seterusnya Nur Muhammad memancarkan sinarnya kepada setiap hati manusia yang masih tertutup dengan hijab, dosa dan kecintaan kepada selain Allah, manusia yang mampu menerima sinar tersebut hanya hati yang suci dan terbuka untuk menerima hakikat sifat dan asma-Nya dan seterusnya ia dinamakan “insan kamil” yakni manusia yang sempurna.
Pengakuannya terhadap Nur Muhammad yang qadim hanya beda qadimnya dengan qadim zat Tuhan adalah zat Tuhan itu qadimnya lebih dahulu dalam sebutan, Roh manusia berasal dari Nur Muhammad yang qadim, ia dapat bersatu dengan Nur Muhammad yang qadim.
c. Wahdatu al-Adyan
Di samping ide Hulul dan Nur Muhammad yang qadim, al-Hallaj juga mengemukakan pandangannya bahwa semua agama yang namanya berbeda-beda Islam, Yahudi, Kristen, dan lainnya hanyalah perbedaan nama, namun hakikatnya satu jua. Semua agama yang namanya berbeda-beda adalah jalan menuju Allah. Orang yang memilih agama atau lahir dalam lingkungan keluarga yang menganut salah satu agama, bukan atas kehendaknya sendiri, tetapi telah ditentukan atau sudah ditakdirkan Allah. Dan begitu juga ibadah (ritual) yang berbeda warna dan cara, isinya hanya satu ialah untuk mendekatkan diri kepada Allah. Pada hari ini orang boleh saja beribadah dalam mesjid, besok dalam gereja, dan seterusnya dalam pura, karena tempat-tempat itu juga tempat menyembah Allah. Karena itu menurut al-Hallaj tidak perlu seorang menganggap agama yang dianutnya yang benar, tidak perlu seorang mencela agama lain karena agama itu semua benar karena adalah agama Allah, memeluk sesuatu agama adalah berdasarkan takdir Allah. Tidak perlu bersengketa karena agama, tetapi yang penting setiap pemeluk agama memperdalam agamanya masing-masing. Pandangannya tentang wahdatul adyan (kesatuan agama) juga tidak terlepas dari sorotan para ulama.
Inilah tiga pokok ajaran al-Hallaj yang menggegerkan para ulama fikih yang tidak menerima pandangannya dalam bidang fikih, sehingga mereka mengeluarkan fatwa penyesatannya. Juga orang shufi seperti Junaidi al-Bagdadi sangat menentang ajaran al-Hallaj dan mengatakan ajaran al-Hallaj tersesat. Karena itu dalam buku-buku tasawuf mengeluarkan al-Hallaj dari jajaran shufi dan ajarannya dianggap tersesat, ajarannya bukan tasawuf tetapi mistik, al-Hallaj bukan shufi tetapi mistikus.
Setelah al-Hallaj mati di tiang salib pada tahun 309 H/921 M, setelah diadili di depan Kadi Besar al-Hamid bin Abbas, semua karyanya dilarang beredar, dilarang menjual dan membelinya, sehingga ajarannya hanya beredar dari mulut ke mulut dari para muridnya atau melalui catatan para penulis sejarah yang sempat mencatat sebagian pendapatnya. Setelah al-Hallaj meninggal para pengikutnya masih giat menyebarkan ajarannya dengan diam-diam. Mereka sengaja mengeluarkan isu-isu yang menyesatkan dan berita-berita bohong yang disebarkan untuk menarik para pengikutnya, bahwa yang naik ketiang salib bukan al-Hallaj tetapi orang yang diserupakan dengan al-Hallaj bahkan katanya mereka bertemu dengan al-Hallaj setelah beberapa waktu setelah peristiwa penyalibannya, yang nampaknya cerita itu diambil dari cerita tentang penyaliban Isa al-Masih.


by:sadar syahroni

Senin, 16 September 2013

pendidikan kethariqahan

 pendidikan kethariqahan


peran guru mursyid ialah naibur rasul...
barang siapa yang menertawakan apa yang dinyatakan oleh beliau mursyid bagaikan menertawakan rosulullah...
jadi seandainya guru mursyid memerintah para ketua ataupun tangan kananya untuk menyampaikan instruksinya dengan penyampaian yang salah karna semisal terkendala tidak menguasai bahasa, maka itu artinya sama dengan menertawakan rosulullah dalam perumpamaanya ketika beliau menerima surat al-'alaq pada ayat iqra' yang beliau tirukan dari yang diajarkan malaikat jibril, karna beliau menjawabnya " ما انا بالقارئ " yang artinya aku tidak bisa membaca, dan seandainya ini ditertawakan berarti sama dengan menertawakan allah karna beliau rasulullah,.....
walaupun agak beda sedikit....
karna instruksi guru mursyid laksana sabda rasul.....

dan apa yang telah diinstruksikan beliau mursyid kita tidak melaksanakan akan tetapi melaksanakan yang lain, ini bagaikan apa yang tidak disabdakan atau ditetapkan nabi yang kemudian malah melakukan tindakan yang sering disebut bid'ah,....
cuma istilahnya santri mbalelo / mbegeddudh dinisbatkan pada beliau guru mursyid,...
camkan itu,.....

Kamis, 11 Juli 2013

sambutlah tongkat kehidupanmu yang dapat mnghantarkanmu dari ketidak nyamanan sesat menuju kecerahan arah tujuan yang benar.......

by: sadar syahroni

Selasa, 05 Maret 2013

ILMU HIKMAH

 
ILMU MANFAAT
العلم النافع هو الدي يحصل به حسن الدكر
ILMU MANFAAT IALAH ILMU YANG BISA MENGHASILKAN BAGUSYA DZIKIR
dan dzikir tersebut akan tetap setelah ia mati kelak.....
dan sebenarnya dialah orang yang 'alim yang selalu menggemakan dzikir dalam jiwa dan raganya.....
kapanpun dan dimanapun ia berada dalam setiap aplikasi hidupnya.....
karna orang 'alim yang yang selalu mengibarkan bendera dzikir dihati dan perbuatanya sebenarnya ia hidup dalam kehidupan yang abadi walaupun ia telah mati......
Syeh agung nan mulya Dzohiruddin Muftinya para Imam hasan bin 'ali yang terkenal dengan sebutan Syeh Al-Marghibani menembangkanya dalam kitab Ta'limul Muta'allim yang artinya :
"orang orang yang bodoh, sebenarnya ia telah mati sebelum jasadnya mati, dan orang-orang 'alim sebenarnya ia hidup walaupun jasadnya telah mati"
dan ini senada dengan apa yang telah diuraikan dalam untaian mutiara hikmah karya syeh ibnu 'athoillah As-Sakandary dalam Al-Hikamnya
شرح الحكم العطائية - (ج 1 / ص 45)
فأي علم لعالمٍ يرضى عن نفسه ؟ وأي جهل لجاهل لا يرضى عن نفسه ؟
" maka mana letak ke'aliman si 'alim sedangkan ia Ridlo pada nafsunya....?, dan mana letak kebodohan sibodoh sedangkan ia tidak rela akan Nafsunya ( tidak mau mengikuti hawa nafsunya )....?!
dan ketahuilah...!!!!
sesungguhnya ilmu hikmah ialah ilmu yang juga dapat memberikan kemanfaatan, dan ilmu manfaat tiada lagi hanyalah ilmu syari'at yang memuat ilmu fiqh, tauhid dan tashawwuf.....
hususnya pada ilmu Tashawwuf ialah ilmu yang membahas tentang cara membersihkan jiwa dan mensterilkan dari sifat-sifat tercela.....
serta mengingatkan dari hal-hal yang dapat memalingkan dari tujuan ibadah dan mu'amalah seperti, takabbur, Riya', Ujub dll...
sedangkan pengertian Thoriqah dari tashawwuf yang telah dijelaskan, ini lebih bermanfaatnya ilmu, maka dikhususkanlah dengan nama ilmu Khikmah,,,,,,
dan dalam uaraian lain tentang ilmu manfaat, Syeh Ibnu 'Athoillah As-Sakandary juga menguntaikanya dalam mutiara hikmahnya
شرح الحكم العطائية - (ج 1 / ص 151)
العلم النافع هو الذي ينبسط في الصدر شعاعه ويكشف به عن القلب قناعه
" ilmu manfaat ialah ilmu yang dapat memancarkan cahaya didalam jiwa, dan dapat membuka katupnya hati "
dan seseorang yang memiliki ilmu manfaat, dialah seseorang yang selalu takut ( khouf ) disertai dengan mengagungkan yang dapat melahirkan 'amal kebajikan.
dan alloh sendiri memujinya dalam Al-Qur'an
إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاء

karna sungguh kepalang...!!!
orang yang 'Alim akan tetapi ia tidak pernah takut bersama dengan Allah SWT. maka sebenarnya ia bukan orang 'Alim ditinjau dari sudut pandang hakikat......
Wallahu A'lam........

Minggu, 10 Februari 2013

hikmah....


AHLIL FATHRAH & ORANG TUA RASULILLAH SAW.
Al Naaji atau al Syaqi?...
Wah..., ini adalah pertanyaan yang suker dan gawat, neng sangat penting untuk dimengerti serta dijawab dengan cepat, tepat dan argumentatif.  Kenapa?..., karena akhir-akhir ini banyak sekali yang memberikan klaim serta rumusan yang menjerumuskan perihal status orang tua Rasul saw., mereka menyatakan bahwa ayah dan ibunda beliau adalah minal kaafirin dan berada di neraka, na’udzu billah.
Maka, dalam kesempatan ini, akan penulis sampaikan al haq yang sesuai dengan manhaj;metodologi ahli sunnah wal jama’ah secara singkat tapi gamblang.
A.      Ahlil Fathrah, Siapa dan Bagaimana Setelah Mereka Meninggal?...
Ahlil fathrah adalah orang hidup di antara zaman para Rusul atau di zaman para Rusul namun tidak diutus untuk kaum mereka (ahlil fathrah). Orang-orang seperti mereka ini termasuk al naaji;selamat/beruntung sekalipun mereka adalah penyembah berhala. Allah swt. berfirman
  
dan kami tidak akan meng'azab sebelum kami mengutus seorang rasul.

Nah... dari sini dapat kita ketahui bahwa kedua orang tua Rasul saw. adalah termasuk ahlil fathrah dan orang yang beruntung (al naaji), karena keduanya tidak menemui bi’tsaturrusul (teruteusnya para utusan), bahkan menurut keterangan yang ada di kitab; al Qaul al Lathif, al Qaul al Fashl dan Tiijan al Durari yang menyunting qaul milik imam al Suyuthi, dikatakan bahwa kedua orang tua Rasulillah saw. itu suci dari najis syirik.

B.      Dalil Bahwa Orang Tua Rasulillah saw. Tidak Termasuk Musyrikin
Dalil ini di angkat dari dua sisi;
1.      Perlu dimengerti bahwa semua yang masuk dalam nasab ayah dan ibu Rasul saw. tidak ada yang  berstatus kafir.
Dalam masalah ini, imam al Suyuthi mengambil dalil dari hadits;
لم أزل أنقل من أصلاب الطاهرين إلى أرحام الطاهرات
Padahal Allah swt berfirman;

28.  Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis.
Jadi, tidak mungkin/muhal adanya bila sampek orang tua Rasul saw. kafir.
Selain itu, dalam kitab al Qaul al Fashl dijelaskan bahwa semisal ayat;
 
Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, Hai ahlul bait[1217] dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.
Itu berfaedah dzon bahwa orang tua Rosul saw. suci dari najis kekufuran.
Sebagian ulama’ mengambil dalil tentang hal ini dari ayat;



219.  Dan (melihat pula) perubahan gerak badanmu di antara orang-orang yang sujud.
Dengan arti –sebagimana yang disampaikan oleh al Hafidz Samsuddin al Dimasqi- Nur Muhammad saw. itu berpindah dari orang-orang ahli sujud (tidak kafir).

2.       Allah menghidupkan orang tua Rasul saw. dan mengimankannya.
Hal ini berpijak pada hadits yang diriwayatkan oleh imam al Khothib dan al Suhaili dari ‘Aisah ra.;
أن رسول الله صلى الله عليه وسلم سأل ربه أن يحيي له أبويه فأحياهما فآمنا ثم أماتهما
Dan hadits semacam ini juga diriwayatkan oleh al Thabaroni.

ولوالديـه الرب قد أحياهما    قد جاء هذا فى الحديث وأيدا
قد آمــنا حقا به فاسـتوجبا     كــــل النجاة وبالجـنان تخلدا
C.      Bila benar orang tua Rasul tidak Musyrik, maka bagaimana dengan hadits berikut;
إن أبي وأباك فى النار : رواه مسلم
إنه استأذن ربه فى أن يستغفر لأمه فلم يأذن له....
Begini mas... dua hadits di atas dan hadits yang menjelaskan disiksanya ahlil fatrah adalah hadits ahad yang tidak bisa dibenturkan dengan dalil qoth’i, lain dari pada itu masih dimungkinkan untuk menyatukan hadits yang kayaknya terlihat kontras, dengan mengarahkan;
·         Hadits; إن أبي وأباك فى النار  ;   نار التحسرkarena untuk melegakan hati orang yang bertanya dan meredam emosinya/ yang dimaksud dengan اب   adalah عم seperti kebiasaan orang arab.
·         Adapun Hadits; إنه استأذن ربه فى أن يستغفر لأمه فلم يأذن له ; itu tidak 100 % pasti (qoth’i) menunjukkan bahwa istighfar nabi saw. adalah permohonan ampun dari dosa syirik.

Nah..., dari uraian di atas kiranya sangat gamblang dan jelas bahwa ayah dan ibunda Rasul saw. adalah al naaji (orang yang beruntung), bukan al syaqi (orang yang celaka) sebagaimana yang dituduhkan orang-orang bodoh yang tersesat dan tak mengerti  akan sejarah dan dasar-dasar  agama.
Sebagai penutup dan bukti tentang pembahasan ini, akan kami publikasikan sebuah atsar yang disampaikan oleh al Syaikh Abu Nu’aim dalam kitab Hilyatul Auliya’, yaitu; emosi yang sangat kholifah Umar bib Abdl Aziz sewaktu beliau mendengar  sekretaris berkata; كان أبو النبي كافر
 

Kamis, 07 Februari 2013

HIKMAH

permainan akal sebagai ujung tombak yang diperankan nafsu = menari-nari diatas derita kekalahan akan kemiskinan budi pekerti luhur....
hati yang bersemayam dalam teduhnya sanubari seolah mati terpesona oleh tipuan yang mendayu bak nahkoda yang terlena oleh pesona alam indah didepanya....
tanpa sadar alam itu maya nan fana tak terumpamakan.....
adakah kelembutan salju yang dapat membasuh lumuran darah percikan amarah yang terbuai dalam aura angkara murka.....?!
aku butuh kesejukan salju itu....
aku mendambakan teduhnya buaian damai penyejuk hati....
yaa... maha pengampun....!
sertakan doaku dalam naungan rahmatmu untuk dalam menembus dinding-dinding mustajabmu....
ku baca segala yang bisa ku baca...
dalam berbagai bahasa runduk hamba....
hingga saat menempuh jemputan ajal yang menunggu dipintu batas suratanmu......
اللهم هون علينا من السكرة الموت

Rabu, 06 Februari 2013

MOTIVASI BIJAK


lupakanlah sejenak dalam dasarnya deritamu......
ingatlah sepihak sambut manis harapmu..
dalam buaian daratan fiktif imajinasi yang meronta terlena dalam hausnya air suci kedamaian....
tingginya hayalmu melupakan rendahnya bumi berpijakmu...
semakin tinggi kau berhayal semakin tiada hal yang terbayang.....
tenggelam bagaikan ikan yang bermimpi ingin keawan....
janganlah engkau bermimpi untuk bersayap, sedangkan hatimu dipenuhi awan hitam yang kan menjatuhkanmu kejurang terjal kumpulan hewan liar........
dunia ini panggung sandiwara...
tangis bukan duka....
tawa bukan suka.......
maka menangislah dalam tawamu, dan tertawalah dalam tangismu.
karna itulah yang kan menghantarkanmu dialam tawa dalam suka, dan berharap tiada tangis dalam duka...